
JAKARTA - Kebijakan baru pemerintah kembali memberi angin segar bagi pekerja sektor hotel, restoran, dan kafe (horeka). Mulai Oktober 2025, mereka akan merasakan manfaat langsung dari insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) yang sebelumnya hanya dinikmati pekerja di sektor padat karya.
Langkah ini diambil untuk memperluas jangkauan manfaat sekaligus menjaga daya beli masyarakat. Dengan biaya hidup yang terus meningkat, tambahan penghasilan bersih dipandang sebagai stimulus penting agar para pekerja tetap mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Insentif PPh 21 DTP untuk Horeka
Baca Juga
Pemerintah menargetkan sekitar 552.000 karyawan sektor horeka dengan gaji maksimum Rp10 juta per bulan akan menerima manfaat ini. Tambahan yang didapatkan pekerja diperkirakan mencapai Rp400.000 per bulan, sehingga membawa perubahan nyata pada take home pay mereka.
Penerapan fasilitas PPh 21 DTP ini dimulai Oktober hingga Desember 2025, lalu dilanjutkan ke tahun 2026. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp120 miliar pada kuartal akhir 2025, serta Rp480 miliar untuk tahun 2026.
Kementerian Keuangan menyebut langkah ini sejalan dengan strategi fiskal dalam menjaga ketahanan ekonomi domestik, khususnya di sektor yang berhubungan langsung dengan pariwisata dan konsumsi masyarakat.
Harapan Pekerja dan Serikat Buruh
Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari kalangan pekerja. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menilai bahwa PPh 21 DTP akan memberi ruang lebih luas bagi pekerja untuk mengatur kebutuhan rumah tangga.
Menurut Mirah, tambahan penghasilan yang dibawa pulang akan langsung berdampak pada meningkatnya daya beli. “Pekerja bisa lebih tenang dalam menjalani kebutuhan hidup, terutama di tengah kondisi biaya hidup yang terus meningkat,” ujarnya.
Namun, serikat pekerja juga memberi catatan penting. Mereka berharap kebijakan ini tidak dijadikan alasan bagi pengusaha untuk menunda kenaikan upah. Kenaikan upah tetaplah hak pekerja sesuai regulasi dan perkembangan ekonomi, sehingga insentif pajak seharusnya hanya berfungsi sebagai tambahan, bukan pengganti.
Aspirasi juga mendorong pemerintah agar tetap memperhatikan keadilan. Salah satunya melalui penguatan basis pajak pada kelompok berpenghasilan tinggi dan perusahaan besar, sehingga manfaat fiskal lebih merata.
Potensi Positif Bagi Ekonomi
Ada sejumlah dampak positif yang diperkirakan muncul dari kebijakan ini. Pertama, meningkatnya pendapatan bersih pekerja sektor horeka akan memberi ruang lebih besar untuk konsumsi rumah tangga. Hal ini bisa memperkuat perekonomian lokal, terutama di kota-kota yang mengandalkan pariwisata dan usaha kuliner.
Kedua, pengurangan beban pajak juga membantu pekerja menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok. Dengan tambahan Rp400.000 per bulan, pekerja kelas menengah ke bawah memiliki bantalan yang lebih kuat terhadap tekanan biaya hidup.
Ketiga, dorongan konsumsi dari pekerja horeka diperkirakan merangsang sektor lain yang terkait, seperti pariwisata, transportasi, dan perdagangan. Dengan demikian, efek ganda kebijakan ini bisa memperluas manfaat ke luar sektor horeka itu sendiri.
Tantangan yang Perlu Diantisipasi
Meski membawa harapan, kebijakan ini juga menyisakan sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satunya adalah memastikan tambahan manfaat benar-benar sampai ke tangan pekerja. Pengawasan diperlukan agar insentif tidak terserap oleh biaya administrasi perusahaan atau disalahgunakan.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa sebagian pengusaha menjadikan kebijakan ini sebagai dalih untuk menunda kewajiban menaikkan upah. Padahal, regulasi ketenagakerjaan tetap mengamanatkan adanya penyesuaian upah sesuai kondisi ekonomi dan inflasi.
Distribusi manfaat juga menjadi tantangan. Pekerja horeka di daerah terpencil atau usaha skala kecil sering kali menghadapi keterbatasan administrasi pajak. Pemerintah perlu memastikan sistem distribusi yang adil agar semua pihak bisa menikmati manfaat tanpa terkecuali.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah kesinambungan kebijakan. Fasilitas PPh 21 DTP sejauh ini hanya berlaku hingga akhir 2026. Pekerja dan pengusaha membutuhkan kejelasan mengenai masa depan insentif ini agar bisa merencanakan langkah lebih baik ke depan.
Menjaga Keseimbangan Kebijakan Pajak
Pemerintah menekankan bahwa pemberian insentif ini tetap harus diimbangi dengan penguatan penerimaan pajak dari kelompok yang lebih mampu. Hal ini untuk menjaga agar kebijakan tidak sekadar populis, tetapi juga berkelanjutan.
Di sisi lain, pekerja berharap pemerintah terus membuka ruang dialog dengan serikat buruh untuk memastikan kebijakan benar-benar berpihak kepada mereka. Dengan demikian, insentif pajak bukan hanya soal angka, tetapi juga soal kepastian dan perlindungan hak pekerja.
Perluasan PPh 21 Ditanggung Pemerintah ke sektor horeka menjadi bukti upaya pemerintah menjaga daya beli di tengah tantangan ekonomi. Tambahan Rp400.000 per bulan bagi pekerja jelas menjadi kabar baik, apalagi ketika kebutuhan hidup semakin mendesak.
Namun, efektivitas kebijakan ini bergantung pada pengawasan, keadilan distribusi, serta konsistensi pemerintah dalam menjaga kesinambungan program. Bila semua faktor tersebut terpenuhi, manfaat PPh 21 DTP tidak hanya dirasakan oleh pekerja horeka, tetapi juga mampu memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Spesifikasi dan Konsep Mobil Listrik Ayla EV yang Akan di Hadirkan Daihatsu
- Jumat, 19 September 2025
Berita Lainnya
KUR BRI 2025: Bunga Rendah, Plafon, Cara Mengajukan, dan Tabel Angsuran
- Jumat, 19 September 2025
KUR BSI 2025: Persyaratan, Tabel Angsuran, Tenor dan Plafon Pinjaman
- Jumat, 19 September 2025
Terpopuler
1.
2.
Spesifikasi, Peforma, Desain Menarik dan Fitur Unggulan Realme 15x
- 19 September 2025
3.
4 Manfaat Ilmiah Anggur Muscat untuk Kesehatan
- 19 September 2025