
JAKARTA - Harga minyak melonjak sekitar 2,5% menuju level tertinggi tujuh minggu terakhir. Rabu, 24 September 2025, Brent untuk kontrak November ditutup US$ 69,31 per barel, naik US$ 1,68.
Sementara, WTI naik US$ 1,58 menjadi US$ 64,99 per barel. Ini merupakan penutupan tertinggi sejak 1 Agustus untuk Brent dan 2 September untuk WTI.
Lonjakan dipicu penurunan persediaan minyak mentah AS yang mengejutkan. Badan Informasi Energi (EIA) mencatat penurunan sebesar 607.000 barel pekan lalu.
Baca Juga
Angka ini lebih besar dari perkiraan analis sebesar 235.000 barel, namun lebih kecil dari data API sebesar 3,8 juta barel. “Penarikan menyeluruh ini cukup mendukung harga,” kata John Kilduff, mitra Again Capital.
Gangguan Ekspor dan Serangan di Rusia
Harga minyak juga terdongkrak serangan militer Ukraina di dua stasiun pompa minyak di Volgograd, Rusia. Keadaan darurat diumumkan di Novorossiisk, pelabuhan utama ekspor minyak dan biji-bijian Rusia di Laut Hitam.
Analis PVM Oil Associates, Tamas Varga, menyebut fokus kini kembali ke Eropa Timur. Kemungkinan sanksi baru terhadap Rusia menambah tekanan pada pasokan global.
Rusia mengalami kekurangan bahan bakar tertentu karena serangan drone mengurangi operasional kilang. Kementerian Keuangan Rusia mengusulkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai dari 20% menjadi 22% pada 2026 untuk mendanai pengeluaran militer.
Produksi dan Kebijakan Energi Global
Presiden AS Donald Trump menyatakan yakin Ukraina dapat merebut kembali wilayah yang direbut Rusia. Sementara itu, produksi minyak di Texas, Louisiana, dan New Mexico sedikit menurun pada kuartal III 2025 menurut Dallas Fed.
Iran memastikan penjualan minyak ke Tiongkok tetap berlanjut, meski sanksi internasional berpotensi diberlakukan. Menteri Perminyakan Iran Mohsen Paknejad menegaskan tidak ada pembatasan tambahan yang memberatkan.
Venezuela menghadapi pembatasan ekspor Chevron karena masalah izin AS, menambah optimisme jangka pendek pasar. Meski begitu, delapan perusahaan internasional di Kurdistan Irak menyepakati kelanjutan ekspor dengan pemerintah federal dan Kurdi.
Irak, produsen terbesar kedua OPEC setelah Arab Saudi, juga menjadi faktor yang mempengaruhi harga. Ketidakpastian pasokan dari Irak, Venezuela, dan Rusia mendorong kenaikan harga meski produksi global tetap stabil.
Dampak dan Prospek Harga Minyak
Lonjakan ini menandai kekhawatiran pasar terhadap pengetatan pasokan global. Gangguan geopolitik, serangan di infrastruktur energi, dan kebijakan pajak Rusia menjadi sentimen utama.
Sementara itu, permintaan dari Amerika Serikat dan negara-negara importir utama tetap kuat. Pasar kini mengamati perkembangan lebih lanjut di Rusia, Iran, dan Irak.
Optimisme jangka pendek juga didorong oleh gangguan ekspor yang membatasi pasokan minyak mentah. Namun, ketidakpastian geopolitik tetap menjadi faktor risiko bagi stabilitas harga ke depan.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
KUR BCA 2025: Tenor Fleksibilitas, Syarat Pengajuan, dan Tabel Angsuran
- Kamis, 25 September 2025
KUR Mandiri 2025: Jenis KUR, Simulasi Angsuran, dan Syarat Pengajuan
- Kamis, 25 September 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Kebiasaan Pagi Sederhana untuk Menjaga Ingatan Tajam
- 25 September 2025
2.
Resep Bubur Ketan Hitam Legit dengan Saus Santan Gurih
- 25 September 2025
3.
Harga Minyak Naik Tertinggi karena Persediaan AS Menurun
- 25 September 2025
4.
PGE dan Toyota Dorong Ekosistem Green Hydrogen Indonesia
- 25 September 2025
5.
5 Pilihan Rumah Murah di Cilegon Mulai Rp166 Juta
- 25 September 2025